Dulmatin alias Yahya Ibrahim adalah tokoh senior dalam kelompok militan Jemaah Islamiyah dan merupakan salah satu teroris paling dicari di Asia Tenggara. Dulmatin sering kali menggunakan nama samaran, antara lain, Amar Usmanan, Joko Pitoyo, Joko Pitono, Abdul Matin, Pitono, Muktamar, Djoko, dan Noval. Namun, beberapa orang sering kali menjulukinya ”genius”. Dulmatin alias Yahya Ibrahim kelahiran Jawa Tengah tahun 1970. Pria asal Jalan Pemali, Kabupaten Pemalang, ini pernah mendapat latihan di Afganistan pada 1990-2001 dan karena kepandaiannya, ia mendapat ilmu khusus dari Azahari Husin sebagai ahli pembuat bom dan bidang elektronik. Kemampuan merangkai peledak itu membuat ia disebut-sebut berada di balik bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang. Saat bergabung dengan Azahari, Dulmatin disebut sering membantu merakit bom mobil dan rompi peledak. Sosok buronan kelas kakap dalam kasus terorisme itu namanya pernah disebut-sebut sebagai pelaku bom Bali. Selama ini Dulmatin memiliki segudang nama atau alias. Misalnya, Amar Usman alias Muktamar alias Djoko Pitono.
Dalam melakukan aksi terorisme, ia berkawan dengan Imam Samudra. Di kalangan para anggota teroris di Indonesia, Dulmatin dikenal sebagai ahli elektronik. Sejak kasus bom Bali tahun 2002, warga Jalan Pemali Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, ini tak jelas keberadaannya. Informasi yang diperoleh dari keluarganya di Pemalang menyebutkan bahwa Dulmatin kemungkinan menetap di Malaysia.
Bahkan, ketika itu ayah tiri Dulmatin, Jazuli Arwan (52), juga tidak tahu persis di mana Djoko Pitono berada. "Terakhir ia pulang sekitar Juni 2001 lalu. Itu pun sebentar lalu pergi lagi. Kabar terakhir katanya ia tinggal di Malaysia bersama istri dan anak-anaknya," kata Jazuli ketika itu.
Dulmatin diyakini pernah bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina sejak 2003 dan di sana ia mengajari pembuatan peledak. Saat bergabung dengan kelompok tersebut, ia dikabarkan terluka dalam pertempuran dengan tentara pemerintah di Pulau Jolo, Januari 2007. Pada Mei 2007, Dulmatin berhasil lolos dari sergapan di Pulau Simunul, beberapa saat sebelum tentara dan polisi Filipina mengepung lokasi persembunyiannya. Mereka hanya menemukan empat anak yang diduga sebagai anak Dulmatin.
Karena dianggap orang yang berbahaya, Pemerintah Amerika Serikat menawarkan hadiah 10 juta dollar AS bagi mereka yang memberikan informasi mengenai keberadaan Dulmatin.
Pada 19 Februari 2008, Pemerintah Filipina mengumumkan bahwa mayat seorang pria yang diyakini sebagai Dulmatin ditemukan di sebuah kuburan di Provinsi Tawi-Tawi. Namun, dalam penggerebekan oleh Detasemen Khusus 88 Polri di Pamulang, Selasa ini (9/3/2010), nama Dulmatin kembali disebut-sebut sebagai salah satu korban tewas.
Sahabat Dulmatin di Pemalang menuturkan, sepengetahuan dia, Dulmatin sudah lama menjadi warga Afganistan. Beberapa tahun silam sebelum kasus bom Bali, Dulmatin pernah pulang ke rumahnya. Penampilan pria itu agak lain. Jenggotnya rada lebat, seusai dari Afganistan.
Djoko Pitono adalah nama kecil Dulmatin alias Amar Usman alias Muktamar. Sejak diduga terlibat dalam kasus bom Bali, sketsa wajahnya bersama lima tersangka lainnya disebar oleh aparat kepolisian di seluruh pelosok Indonesia. Masuknya nama Dulmatin dalam dunia terorisme membuat kaget warga Pemalang. Sebab, selama ini Dulmatin dikenal sebagai pria yang supel, mudah bergaul, dan enak diajak bicara. Setidaknya itu kesan yang dirasakan oleh kawan-kawan semasa sekolah.
Belakangan, pribadinya agak tertutup setelah ia menikah dengan Istiada (34), saudara sepupunya sendiri. Wanita yang selalu menutup seluruh tubuhnya dan hanya bagian matanya yang terbuka konon menyebabkan Djoko menutup diri juga dari pergaulan sekitarnya. Selain itu, Djoko juga merubah namanya menjadi Amar Usman alias Muktamar.
Dulmatin lahir sebagai anak kelima dari enam bersaudara pasangan Masriyati (62) dan Usman Sofi (72). Lelaki berperawakan tinggi dengan warna kulit coklat itu lahir sebagai anak dari keluarga kaya dan pintar, banyak saudaranya yang sukses dalam pendidikan dan bisnis. Kakak-kakaknya ada yang menjadi dokter dan kini tinggal di Jakarta bersama istrinya. Bahkan, istri Djoko juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, tetapi tidak diselesaikan karena berselisih paham dalam soal jilbab dengan dosennya.
Terakhir Djoko diketahui berbisnis mobil bekas dan
handphone sehingga tidak heran jika ia bisa memiliki rumah yang cukup besar di Jalan Pemali, Pemalang. Dari ayahnya yang sudah lama meninggal, Usman Sofi, ia memiliki cukup banyak warisan berupa sawah.
Di kalangan dunia teroris, Dulmatin amat disegani karena kepandaiannya. Ia ahli dalam membuat sirkuit bom berikut detonatornya. Bahkan, Dr Azahari, pria yang disebut-sebut sebagai tokoh teroris asal Malaysia dan terbunuh di Batu, Malang, juga kerap memesan sirkuit bom kepada Dulmatin. Tak heran salah satu julukan yang diberikan kepadanya adalah "jenius."
Karena kejeniusannya dalam merakit bom itu dianggap berbahaya bagi kehidupan manusia lain, maka kepalanya dihargai 10 juta dollar AS oleh pemerintah Amerika Serikat. Hari ini, Selasa (9/3/2010), nama Dulmatin kembali disebut dalam penggerebekan kelompok teroris oleh Detasemen Khusus 88 Polri, di mana salah satu korban yang tewas diduga sebagai Dulmatin.
Namanya makin populer setelah polisi memasukkan Dulmatin dalam daftar pencarian orang (DPO).